H. Rachmat Rolau
BUKU berjudul “Matinya Ilmu Kepakaran” (The Death of Expertise) itu menarik. Di tengah gegap gempita pengguna jasa internet dan media sosial, penulis buku, Prof Tom Nichols mengurai eksistensi internet. Ia katakan, dunia maya itu tidak lagi menjadi sarana demokrasi. Tapi menjadi malapetaka dan membutakan orang hingga tidak lagi ragu terhadap semua informasi.
Berikut tulisan Nichols: “Orang-orang kritis bukan lagi pada fakta, melainkan pada keyakinannya. Sementara yang lain bingung dan tersesat dalam belantara informasi faktual, dan berita rekayasa. Mereka merasa benar oleh pengetahuannya yang keliru”.
“Inilah efek dunning kruger (dunning kruger effect) yang menjangkiti banyak orang,” kata Nichols. Dunning Kruger adalah, hal, di mana seseorang merasa kemampuannya lebih hebat dari orang lain. Tetapi, di balik arogansi kemampuan itu, justru bagian dari ketidak-mampuan orang itu untuk mengetahui kekurangannya.
Di era internet, tidak ada lagi otoritas yang mengendalikan ilmu pengetahuan. Misalnya, kata Nichols. Seorang pembuat berita hoax menyebarkan informasi bahwa cokelat dapat membuat langsing. Sasaran utama berita itu para jurnalis. Yang malas melakukan verifikasi. Jurnalis mengutip berita itu mentah-mentah, dan menyebarkannya secara luas.
Setelah berita cokelat itu menyebar, pengguna media sosial terbelah: ada yang percaya. Ada yang ragu. Tapi ada juga yang menolak. Mereka pun bertengkar hanya untuk sebuah informasi yang belum jelas. Mereka mengabaikan informasi ilmiah tentang benar-tidaknya cokelat itu dapat membuat langsing, sebelum mengonfirmasikannya ke lembaga yang kredibel.
Sepertinya, Nichols ingin mengingatkan kita untuk tidak cepat percaya pada sebuah informasi yang belum jelas sumber dan kebenarannya. Verifikasi dan konfirmasi setiap informasi merupakan langkah bijak sebelum hal itu diyakini sebagai kebenaran.
Di era media sosial, produk informasi tidak hanya dibuat oleh kalangan pers sebagai satu-satunya lembaga yang diserahi oleh undang-undang. Namun juga dibuat dan disebarkan oleh individu atau kelompok yang punya kepentingan.
Merujuk pada situasi seperti di atas, maka masyarakat wajib memiliki sense of responsibility (rasa tanggungjawab) dalam menyebarkan informasi melalui media sosial agar tidak menjadi pemicu kekacauan berpikir.
Menjelang pemilu, respon masyarakat terhadap informasi sangat tinggi, seiring tensi politik yang juga bakal memanas. Di sinilah dibutuhkan kearifan dan kerendahan hati seseorang bila menerima informasi yang belum diyakini benar.
Sebab, selama ini, friksi sosial yang terjadi di tengah umat bukan antara manusia dengan Tuhannya, melainkan antar-manusia dengan manusia. Banyak contoh yang mengukuhkan betapa informasi yang tidak benar itu sangat berbahaya.
Dan media maninstream harus mampu mengimbangi sajian-sajian di media sosial dengan senantiasa memberi informasi yang benar dan bermanfaat. Seperti kata Bill Kovach, kewajiban jurnalisme adalah kebenaran, dan esensi jurnalisme adalah verifikasi. Belajar mengerti suatu persoalan adalah kecerdasan. Tapi menerima persoalan tanpa verifikasi adalah kebodohan. (**)