NUNUKAN [siagasatu.co.id] – Ma’nene adalah ritual adat tradisional masyarakat Toraja membersihkan jenazah leluhur dan mengganti baju dan kainnya. Ritual yang termasuk dalam upacara adat Rambu Solo’ (Kematian) ini dilakukan sebagai bentuk pernyataan cinta kasih kepada anggota keluarga yang telah lebih dahulu meninggal dunia.
Selama 8 hari berturut-turut, terhitung sejak Jum’at 15 April hingga Sabtu 23 April 2022 masyarakat etnis Toraja di Nunukan menggelar pelaksanaan Ritual Ma’nene.
Ketua Ikatan Kerukunan Toraja (IKAT) Kabupaten Nunukan, Mesak Adianto menjelasakan, hubungan kekerabatan keluarga sebenarnya tidak terbatas hanya pada saat hidup saja. Terhadap anggota keluarga sudah meninggal dunia, hubungan cinta kasih tetap ditunjukkan dengan cara merawat jasadnya.
Sejak di Nunukan sudah ada Patane, menurut Mesak upacara ritual Ma’nene sudah rutin digelar. Patane sendiri adalah rumah untuk menyemayamkan jenazah.
Dalam satu Patane biasanya tidak hanya terdapat satu jenazah namun jumlahnya bisa mencapai puluhan. Hal tersebut memberi makna tentang kekerabatan yang sangat kental dan merupakan kearifan lokal yang sampai saat ini masih dijaga dan dilaksanakan oleh orang-orang Toraja di Nunukan.
“Khusus di Nunukan pengurus IKAT dan tokoh masyarakat mengatur waktu pelaksanaan Ma’nene agar tidak bersamaan dengan kegiatan lain mengingat ritual tersebut dijadikan rangkaian dalam kegiatan keagamaan Jumat Agung dan Paskah.
“Acaranya dimulai setelah kegiatan ibadah di gereja selesai. Kepada pihak keluarga yang mau melakukan ritual Ma’nene dipersilahkan,” terang Mesak.
Menurut Ketua IKAT Kabupaten Nunukan ini, pelaksanaan ritual Ma’nene tidak menentukan seberapa lama jenazah tersebut meninggal dunia.
Pelaksanaannya tergantung kesiapan masing-masing keluarga yang ingin menyelenggarakannya. Baik terhadap anggota keluarganya baru meninggal setahun lalu, jika ingin Ma’nene, dapat digabungkan dalam Patane keluarga yang telah meninggal dunia jauh sebelumnya.
“Untuk jenazah yang sudah cukup lama dan tertinggal hanya tulang belulang, mengganti pakaiannya biasanya hanya dengan balutan kain sebelum kemudian dikuburkan kembali di dalam Patane,” terang Mesak.
Namun jika jenazah masih utuh, pakaiannya akan dicuci atau digantikan dengan pakaian baru dan peti matinya juga diganti.
Dijelaskan Mesak, saat ini sudah banyak masyarakat etnis Toraja di nunukan yang memiliki Patane.
Manfaat penguburan jenazah menggunakan Patane, lanjutnya, untuk memudahkan cara mengumpulkan anggota keluarga yang meninggal dunia walau dengan jumlahnya mencapai puluhan, cukup dimasukkan dalam Patane berukuran 4 x 5 meter atau yang paling besar 4 x 6 meter.
Walau sebagai kegiatan internal di dalam etnis masyarakat Toraja, namun menurut Mesak, tidak menutup kemungkinan upacara Ma’nene di Nunukan suatu saat nanti dapat dijadikan sebagai salah satu objek wisata oleh Pemerintah Daerah.
“Setiap etnis memiliki kegiatan ritualnya masing-masing. Jika positif bisa dimunculkan sebagai salah satu objek wisata, dapat dilakukan tidak hanya sebagai daya tarik terhadap turis lokal, bahkan juga turis asing,” katanya.
Minimal, lanjut Mesak, dapat menjadi pembelajaran atau edukasi budaya bagi anak dan cucu di kemudian hari. Agar anak cucu kita bisa melihat keragaman budaya kita dalam memperkaya pengetahuan mereka.® (INNA/DIKSIPRO)