Menu

Mode Gelap

Headline · 5 Mar 2022 13:49 WITA

Keppres No.2/2022 Tidak Memuat Nama Soeharto, Dipertanyakan Partai Berkarya


 Sekjen Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso Perbesar

Sekjen Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso

JAKARTA [siagasatu.co.id] – Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara tidak memuat nama Soeharto sebagai pihak yang berperan dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

Keppres ini langsung dipertanyakan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Berkarya.

Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso, meminta semua pihak agar jangan sekali-kali menghilangkan sejarah, Sabtu (5/3/2022).

Merespons itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menjelaskan bahwa peran Soeharto sudah diuraikan detail dalam naskah akademik.

Pada bagian lain, Dosen Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Margana, menjelaskan bahwa Keppres berbeda dengan buku sejarah yang menguraikan secara detail peran masing-masing tokoh dalam suatu peristiwa.

“Keppres itu bukan historiografi. Kalau mau lihat peran Soeharto di buku sejarah,” ujarnya, Jumat (4/3/2022).

Kata Dia, Keppres disusun dalam bahasa administratif, ringkas, dan representatif.

“Fungsinya lebih sebagai keputusan penetapan ‘Hari Penegakan Kedaulatan Negara’ sebagai event nasional untuk membangun nasionalisme dan semangat mengisi kemerdekaan dan bukan legitimasi historiografi,” tuturnya.

Margana berkata bahwa Keppres 2/2022 telah didasarkan pada sebuah naskah akademik yang disusun oleh para sejarawan profesional dan telah diseminarkan dari tingkal lokal hingga nasional yang juga menghadirkan sejarawan-sejarawan akademis profesional.

Hari Penegakan Kedaulatan Negara, terang Margana, didasarkan pada ‘serangkaian’ peristiwa penting yang terjadi setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 hingga Desember 1949.

Serangkaian peristiwa itu antara lain kedatangan NICA yang ingin kembali menguasai Indonesia pada tahun 1945, pemindahan Ibukota negara RI dari Jakarta ke Yogyakarta 1946, perundingan Linggarjati 10 November 1946, Agresi Militer Belanda pada tahun 1947, perundingan Renville 17 Januari 1948, dan agresi militer Belanda II 19 Desember 1948.

Kemudian pendirian Pemerintahan Darurat (PDRI) di Bukittinggi 19 Desember 1948, pengasingan Presiden Sukarno, Mohammad Hatta dan beberapa menteri ke Bangka 1948, serangan umum 1 Maret 1949, perundingan Roem Royen 17 April 1949, peristiwa Yogyakarta Kembali (kembalinya pemerintahan RI dari Bukittinggi) 29 Juni 1949, Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan pengakuan Kedaulatan 27 Desember 1949, dan bubarnya Republik Indonesia Serikat dan kembalinya NKRI.

Margana mengatakan segala daya dan upaya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh bangsa yang terjadi dalam peristiwa besar itu kemudian disebut sebagai penegakan kedaulatan negara.

Dan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, lanjut Dia, dijadikan sebagai penanda Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

“Ada ribuan pelaku sejarah yang terlibat dalam peristiwa itu dan ratusan pemimpin-pemimpin utama yang dalam naskah akademik telah disebut sesuai dengan porsinya masing-masing,” tuturnya.

“Tidak ada satu tokoh pun dalam sejarah yang memiliki peran penting dalam peristiwa-peristiwa itu yang dihapuskan, termasuk Letkol Suharto yang ditunjuk memimpin Serangan Umum di pusat kota.

Naskah ini justru menempatkan tokoh-tokoh penting yang dalam historiografi di masa lalu dihilangkan atau direduksi perannya,” sambungnya.

Sementara, sejarawan Andi Achdian menilai polemik terkait Keppres 2/2022 yang tak memuat nama Soeharto bisa menjadi kesempatan untuk memperjelas masalah-masalah sejarah di Indonesia yang masih abu-abu.

“Selain itu dapat juga menarik minat publik untuk membahas revolusi Indonesia dengan lebih mendalam dan objektif,” sebutnya.

Sepengetahuan Dia, informasi terkait peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 masih bersifat circumstantial evidence atau bukti tidak langsung, bukan sumber informasi keras.

“Dan untuk yang posisi Soeharto ‘kan kesaksiannya dari beliau langsung ‘kan, tidak ada kolaborasi, ada pengujiannya terhadap fakta itu. Jadi, setiap fakta atau informasi harus diuji,” ujar Andi.

“Nah, makanya Saya bilang, karena Saya ‘kan enggak bidang itu ya, kalau dari segi kajian sejarah ini bagus untuk membuka hal yang warnanya abu-abu tadi menjadi lebih terang bahwa kita butuh informasi-informasi A1 lah yang langsung terkait dengan peristiwa,” jelasnya.®

Editor : Suryadi
Sumber : CNN Indonesia/detik

Artikel ini telah dibaca 14 kali

badge-check

Administrator

Baca Lainnya

Gunung Lewotobi Laki-laki Kembali Erupsi Selasa Dini Hari

12 November 2024 - 08:58 WITA

Gunung Lewotobi Laki-laki Kembali Erupsi Selasa Dini Hari

Muakbar Terpilih Aklamasi Nahkodai SMSI Tarakan Priode 2024-2029

1 September 2024 - 08:45 WITA

Muakbar Terpilih Aklamasi Nahkodai SMSI Tarakan Priode 2024-2029

Otorita IKN Buka Lowongan 600 Formasi CPNS, Berminat? Berikut Kriteria dan Unit Kerjanya

20 August 2024 - 18:29 WITA

Otorita IKN Buka Lowongan 600 Formasi CPNS

TNI Dukung Polri Tuntaskan Kasus Pembakaran Rumah Wartawan Tribrata TV Rico Sampurna Pasaribu

12 July 2024 - 21:48 WITA

TNI Dukung Polri Tuntaskan Kasus Pembakaran Rumah Wartawan Tribrata TV Rico Sampurna Pasaribu

Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Tinggi Gelombang di Wilayah Kaltara, BMKG Prediksi Berlanjut Hingga Satu Minggu ke Depan

25 June 2024 - 09:35 WITA

Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Tinggi

Hari Tanpa Tembakau Sedunia Diperingati 31 Mei, Berikut Sejarahnya

31 May 2024 - 16:48 WITA

Hari Tanpa Tembakau Sedunia Diperingati 31 Mei
Trending di Ekslusif