NUNUKAN [siagasatu.co.id] – Hasil audit Inspektorat Nunukan menemukan selisih nilai hingga sebesar Rp5 miliar pada Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dana operasional Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nunukan Tahun 2021.
SPJ tersebut merupakan satu di antara dokumen yang diserahterimakan oleh pejabat Bendahara sebelumnya kepada pejabat Bendahara pengganti yang serah terima jabatannya dilakukan pada tanggal 14 Februari 2022 lalu.
Menurut Inspektur Pembantu Investigasi dan Pengaduan Masyarakat, Inspektorat Nunukan, Muhammad Rifai, SE., audit keuangan yang dilakukan di RSUD Nunukan merupakan kegiatan rutin setiap ada pergantian pejabat Bendahara di sebuah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Karena ada pergantian pejabat Bendaharanya, maka keuangan di RSUD Nunukan juga harus kami audit. Ini merupakan kegiatan rutin dari Inspektorat,” terang Muhammad Rivai yang memastikan audit tahap pertama di RSUD Nunukan tersebut berlangsung sejak tanggal 11 hingga 25 Maret 2022 lalu.
Dijelaskan, dari hasil audit pada tahap pertama tersebut pihaknya menemukan selisih hingga Rp5 miliar dalam SPJ yang diserahkan oleh Bendahara RSUD sebelumnya kepada pejabat Bendahara pengganti.
Dirincikan, selisih nilai rupiah dari SPJ dimaksud terdapat pada dana operasional RSUD Nunukan, meliputi pengadaan obat-obatan, konsumsi pasien dan Bahan Bakar Minyak (BBM) mobil ambulan.
Temuan lain dari audit yang dilakukan, terungkapnya masa kerja pejabat Bendahara sebelumnnya yang melebihi dari batas maksimal untuk masa dilakukan pergantian.
“Pemegang jabatan Bendahara itu paling lama lima tahun. Setelah itu harus dilakukan pergantian. Tapi yang terjadi di RSUD Nunukan melebihi batas yang ditentukan. Sehingga yang bersangkutan kurang optimal dalam mengatur transaksi keuangan,” terangnya.
Namun demikian, Inspektur Pembantu Investigasi dan Pengaduan Masyarakat, Inspektorat Nunukan ini mengaku masih memaklumi terjadi selisih penggunaan anggaran pada SPJ dari RSUD Nunukan tersebut. Bahkan memberikan pengecualian terhadap laporan transaksi keuangan di RSUD Nunukan.
“Transaksi di RSUD Nunukan memang sangat padat. sehari bahkan bisa mencapai dua ratus kali transaksi. Itu yang mungkin membuat manajemennya kewalahan,” kata Muhammad Rifai lagi.
Menurutnya, memang harus beda perlakukan dari Inspektorat kepada RSUD dibanding dengan OPD lainnya. Namun untuk permasalahan tersebut, Inspektorat menyarakan agar pihak RSUD Nunukan menambah jumlah staf bagian administrasi.
“Kalau ada bendahara lalai, itu wajar. Bayangkan saja, dengan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh dua hingga tiga orang tapi hanya dikerjakan oleh satu orang. Itu sangat berat. Makanya RSUD Nunukan kami sarankan menambah staf administrasinya agar memenuhi target pekerjaan,” terang Rivai.
Inspektorat Nunukan memberikan tenggat waktu selama 10 hari kepada manajemen RSUD Nunukan untuk membenahi berkas pendukung yang masih kurang dari SPJ mereka.
“Pada audit awal ini, mereka (RSUD Nunukan) mereka rupanya belum siap. Makanya audit tahap berikutnya akan kami lakukan dengan memberi waktu selama sepuluh hari. Setelah itu, akan kami periksa lagi. Apakah SPJ mereka layak atau tidak. Kalau layak akan kami buat Laporan Hasil pemeriksaan (LHP),” ucapnya.® (INNA/DIKSIPRO).