TARAKAN [siagasatu.co.id] – Setelah Sabirin Sanyong (SS) mengklarifikasi bahwa dirinya bukan provokator seperti yang dituduhkan padanya, kini giliran Sudirman Jaya (SJ) yang mengklarifikasi atas pernyataannya beberapa waktu lalu.
Lantaran ‘Mulutmu Harimaumu’, SS pun meminta kepada SJ agar dapat mengklarifikasi pernyataannya itu.
SJ pun merespon permintaan itu dan tibalah iktikad baiknya untuk mengklarifikasi. Dalam klarifikasinya SJ mengaku bahwa terjadi miskomunikasi atau kesalahpahaman karena pesan atau informasi yang disampaikan tidak dapat diterima dengan baik oleh komunikan.
Dari miskomunikasi kemudian menjadi mispersepsi, karena pesan yang Ia sampaikan diterima berbeda dengan maksud yang disampaikannya.
Dimaksudkannya adalah sekitar sebulan pasca peristiwa oktober berdarah 2010, ada tragedi berdarah dalam peristiwa berbeda yang terjadi di Tanjung Pasir Tarakan Timur yang melibatkan dirinya untuk membantu menetralisir keadaan kala itu, Ia turut berperan mengkondusifkan situasi. Ia mengaku memang pernah ditokohkan untuk membantu mendamaikan perselisihan kelompok warga, bukan dalam rangka unjuk kekuatan.
“Ada pun Saya sengaja mendramatisirnya semata-mata karena Saya merasa terintimidasi lantaran usaha Saya terancam ditutup atas komentar-komentar pedas Fajar Mentari (FM) baik di berita yang Saya baca mau pun saat Saya bertemu,” ujar SJ.
Sehingga, SJ pun terpancing dan mencoba balik mengintimidasi dengan mendramatisir atau mengarang-ngarang sejarah tentang siapa dirinya.
“Saya kebetulan juga banyak masalah saat itu. Jadi, selain Saya dibuat pusing dengan masalah usaha kandang ayam yang Saya rasa terancam tutup dengan dasar yang sulit untuk Saya terima, Saya juga dibebani oleh masalah lainnya, sehingga Saya gampang emosi dan gagal fokus hingga membuat Saya bicara lepas kendali dan terbawa konyol. Apalagi Saya menilai FM cukup keras untuk Saya ajak diskusi dan sangat bebal diberi pengertian, wajar jika Saya jadi geram,” curhatnya.
Karenanya, dalam kesempatan duduk tabayyun yang digelar di Alaska Cafe, Jalan Gajahmada, Karang Anyar Pantai, Kecamatan Tarakan Barat, Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Kamis (14/7/2022), SJ meminta maaf apabila ada tutur kata yang tidak berkenan kepada semua pihak.
Catatan redaksi;
Ada hikmah di balik setiap peristiwa. Iya, di balik kejadian ini, ada informasi moral, ada edukasi tersirat yang bisa kita peroleh dari isi tersurat, bahwa pesannya agar siapa saja harus senantiasa penting untuk menjaga setiap tutur kata, apalagi untuk hal-hal yang sensitif.
Komunikasi adalah sebuah senjata yang dapat menguntungkan atau merugikan. Ketika seseorang mengirimkan pesan atau makna dalam komunikasi, pihak penerima dapat menangkap ataupun mengerti isi pesan tersebut. Sehingga apa yang kita komunikasikan sebaiknya dipikirkan terlebih dahulu.
Tentu kita sudah tidak merasa asing dengan istilah ‘Mulutmu Harimaumu’. Iya, Anda tentu pernah mendengar peribahasa tersebut yang sering dijadikan slogan suatu produk tertentu.
Ungkapan ‘Mulutmu Harimaumu’ seringkali dikaitkan dengan peringatan supaya manusia menjaga setiap perkataannya. Seseorang bisa selamat atau celaka karena ucapannya. Memilih diksi narasi yang keliru sanggup menerkаm dan membahayаkan diri kita.
Ketika tutur tidak berhati-hati, maka akibatnya akan kembali kepada dirinya. Seringkali akibat sebuah perkataan, sesuatu menjadi runyam. Misalnya, karena tersinggung akibat suatu perkataan, seseorang bisa saja marah besar. Bahkan yang lebih serius lagi, boleh jadi seseorang dilaporkan ke pihak yang berwajib karena kemarahan serta ketersinggungan akibat ujaran yang disampaikan.
Segala perkataan yang terlanjur kita keluarkan apabila tidak dipikirkan dahulu akan dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain, bisa menjadi ‘senjata tajam’ sehingga dapat menyakiti orang lain jika tidak dijaga.
Karena itulah menjaga dan merawat tutur merupakan kewajiban bagi semua agar tidak ada kesalahpahaman serta ketersinggungan di antara sesama. Sesiapapun sebaiknya harus benar-benar extra berhati-hati dalam menyampaikan pesan.
‘Mulutmu Harimaumu’ mengajarkan kepada kita bahwa perkataan yang keluar dari mulut itu harus kita kendalikan. Jika tidak, perkataan itu bisa menjadi ‘galak’ seperti harimau yang siap menerkam balik kita. Mulut adalah media untuk mengartikulasikan segala sesuatu yang ada dalam pikiran dan hati. Oleh karenanya pepatah tersebut ingin menginformasikan atau mengajarkan kepada kita agar selalu mengendalikan mulut kita.
Seperti itulah sedikit literatur tentang ‘Mulutmu Harimaumu’. Tidak jarang kata-kata ini dianggap berkonotasi negatif, seolah-olah hanya dikaitkan dengan sesuatu yang berbahaya. Keselamatan manusia terletak pada bagaimana mereka memelihara mulut mereka. Demikian kurang dan lebihnya makna ungkapan tersebut.
Tidak salah juga jika dimaknai demikian, walau sebenarnya bisa diartikan lebih luas. Bisa saja ungkapan itu bermakna bahwa kata-kata yang diucapkan itu menjadi sesuatu yang luar biasa karena dapat memiliki kekuatan yang dahsyat.
Makna lebih luas ungkapan mulutmu harimaumu bisa juga berkonotasi positif ketika kata-kata yang diucapkan penuh arti serta tidak mengandung kebohongan, dapat dipertanggungjawabkan dan betul-betul sesuai antara perkataan dan kenyataan. Dalam hal seperti ini, ungkapan yang disampaikan akan mempunyai kekuatan yang luar biasa bagaikan kekuatan seekor harimau. Sering dalam kehidupan, kita mengetahui ungkapan yang dapat memompa semangat serta berkekuatan luar biasa.
Seperti halnya yang berkonotasi negatif, ketika ungkapan yang berkonotasi positif ini diucapkan oleh seorang tokoh, maka kekuatannya akan dahsyat. Bayangkan kalau seorang imam selalu mengeluarkan kata-kata indah dan jujur, dapat dipertanggungjawabkan, serta sesuai antara penyataan dan kenyataan, bahkan meskipun menyinggung untuk kebaikan dan disampaikan dengan tegas dan lugas, maka kekuatannya akan luar biasa. Ungkapan yang seperti itu akan membuat orang yang mendengarnya patuh jika diperintah, percaya jika diberi janji, dan hormat pada orangnya karena mereka tahu bahwa kata-katanya penuh arti dan benar adanya.
Banyak kata-kata yang diungkapkan memiliki kekuatan yang luar biasa, sekuat ‘harimau’. Lebih jauh, semisal bisa juga ungkapan itu bermakna bahwa sehat dan tidaknya tubuh manusia sangat ditentukan oleh apa yang dimakan serta diminum. Lagi-lagi ada urusan dengan mulut.
Ungkapan tersebut bisa bermakna bahwa sehat tidaknya seseorang sangat tergantung kepada bagaimana dia memelihara mulutnya dari makanan dan minuman. Jagalah agar apa yang dimakan/diminum sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan. Ketika mereka bisa mengonsumsi makanan/minuman yang baik dan bergizi (dalam istilah agamanya halal dan tayyib), maka InsyaAllah tubuh akan sehat.
Semoga semua mampu tidak mengeluarkan perkataan yang menyakitkan dan tidak mengonsumsi makanan/minuman yang membahayakan tubuh. Demikian pula, semoga kita diberi petunjuk untuk selalu mengungkapkan perkataan yang baik, benar, dan bermanfaat, serta mengonsumsi makanan/minuman yang baik dan bergizi. Karena mau tidak mau, dan suka tidak suka, mulutmu harimaumu.® (Harianto Rivai)