TARAKAN [siagasatu.co.id] Berita tentang kandang peternakan ayam pedaging di tengah pemukiman warga RT 57 Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Tarakan Barat, Kota Tarakan semakin seksi digunjingkan di sejumlah komunitas WhatsApp Grup tak terkecuali Wakil Walikota (Wawali) Tarakan Effendhi Djuprianto pun turut berkontribusi menanyakan, “kandangnya sama pemukiman warga duluan yang mana ya?”
Sontak pertanyaan Wawali Tarakan ini mendapat tanggapan menohok dari Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara Provinsi Kalimantan Utara, Fajar Mentari (FM).
“Pertanyaan ini Saya anggap kurang lebih persis dengan pertanyaan duluan mana rebung atau bambu, duluan ayam atau telur. Banyak orang beranggapan bahwa jika debat soal pertanyaan itu cuma debatable, padahal sebenarnya tidak. Hanya saja kebanyakan penjawab memang tidak memiliki knowledge (pengetahuan) tentangnya untuk mendeskripsikannya secara ilmiah, makanya tidak heran jika sering kita berhadapan dengan argumentasi yang tidak argumentatif,” ujar FM saat dikonfirmasi siagasatu.co.id di salahsatu kamar hotel Bandara, Selasa (5/7/2022).
Jadi, kata FM, ini bukan persoalan duluan kandang atau pemukiman warga, karena lagi-lagi kita bicara soal regulasi. Konteks sebenarnya di situ, bukan di sana-sini.
“Kita tidak penting lagi berdebat soal duluan mana ayam atau telur, kita hanya mutar-mutar seperti telur yang di gelinding ke lantai, mondar-mandir seperti penjual ayam keliling. Sebab sebaiknya kita pulang saja ke jalan yang benar dengan menghadap kepada satu kiblat yaitu regulasi,” tandasnya.
Dijelaskan FM, kalau untuk urusan kembali ke jalan yang benar, maka sebagai warga negara yang baik, dirinya ingin mengajak semuanya agar satu arah satu jurusan untuk tujuan penerapan regulasi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/OT.140/7/2011 bab II huruf c yang mengatur tentang batas minimal untuk usaha ternak ayam ras, bahwa jarak kandang dengan pemukiman minimal 500 meter dari pagar terluar agar tidak menimbulkan pencemaran udara, air, bau dan kotoran.
“Jangankan warga yang mungkin duluan punya tanah di situ daripada pemilik kandang, bahkan meskipun warga yang baru beli tanah di situ dan bangun rumah di sekitar kandang, saat Dia mau memanfaatkan haknya bangun rumah di atas tanahnya sendiri, maka tidak ada alasan cuma haknya pemilik kandang yang paling berkuasa,” imbuhnya.
Ditegaskan FM, jangan hanya gara-gara alasan duluan kandang berdiri, lalu hak orang lain digugurkan. Dengan kata lain, silahkan semua hak diberlakukan sesuai porsinya masing-masing, dan jangan saling mengganggu hak orang lain.
“Silahkan pemilik kandang menggunakan haknya untuk menjalankan usahanya, tapi dengan catatan tidak mengganggu kenyamanan hak orang lain, yaitu menyiasati bagaimana agar kandangnya tidak menjadi sumber pengganggu,” sergahnya.
Sama halnya, lanjutnya, studio musik yang menyiasati kebisingan menggunakan alat peredam suara. Setiap orang boleh menggunakan haknya menyetel dan mendengarkan musik sekeras-kerasnya, tapi bukan berarti tidak mengindahkan kenyamanan hak tetangga lainnya, karena tetangga lain juga punya hak untuk tidak terganggu pendengarannya.
“Kita harus sama-sama sepakat bahwa negara memang menjamin hak setiap warga negara. Setiap warga negara dilindungi atas masing-masing haknya. Jadi, silahkan saja pengusaha menggunakan haknya, namun harus tetap sesuai batas porsinya saja, jangan melebihi batas haknya, agar tidak menggangu kenyamanan hak orang lain, karena negara juga menjamin kenyamanan hak tetangga anda,” tutupnya.® (Harianto Rivai)