TANJUNG SELOR [siagasatu.co.id] – Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara (LNPPAN)
Provinsi Kalimantan Utara, Fajar Mentari (FM) kembali angkat bicara menanggapi statement Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Utara (Sekda Kaltara), Suriansyah yang menyatakan bahwa tidak masalah junior membawahi senior asal memenuhi syarat minimal sesuai kompetensi.
Sebelumnya dikatakan FM bahwa pernyataan Sekda merupakan pernyataan blunder, sebab menurutnya tidak ada instrumen yang jelas tentang bagaimana menguji dan membandingkan kompetensi seseorang sebagai tolok ukurnya.
Dikatakannya juga contoh ‘kasus’ saat pelantikan 28 April 2022. Ada tiga orang yang dilantik ke eselon IV. Mereka adalah pegawai 2018 golongan III-a yang baru naik pangkat ke III-b, dan salahsatunya adalah adik Sekda. Padahal ada pegawai III-d yang masih staf di Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Ia menggambarkan pegawai III-a ke III-b itu masa abdinya baru 4 tahun. Sedangkan pangkat III-d itu sudah 12 tahun. Ditambah lagi III-b nya itu masih sangat junior, karena mereka baru saja naik pangkat.
“Statement pak Sekda itu blunder dan tidak relevan. Saya bingung dengan syarat minimal yang beliau maksudkan, apakah itu syarat minimal kepangkatan atau syarat minimal kompetensi. Jika bicara syarat minimal kompetensi, masalahnya untuk eselon III dan IV itu tidak ada uji kompetensi seperti eselon II yang mengikuti proses asesmen atau Selter (seleksi terbuka),” ucap FM.
Ucapnya melanjutkan, bahwa jika bicara syarat minimal kepangkatan, menurutnya, pelantikan 28 April dan 6 Juli 2022, khususnya yang baru dipromosikan sepertinya tidak memperhatikan Daftar Urutan Kepangkatan (DUK)-nya, karena faktanya masih banyak yang justru senior tapi belum dilantik-lantik.
“Seperti Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah, atau Kasubbag Keuangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang dilantik 28 April 2022 lalu, apakah itu memenuhi syarat standar minimal kepangkatan atau syarat standar minimal kompetensi?” tanyanya mencotohkan.
FM menuturkan bahwa dalam melaksanakan mutasi, yang harus diperhatikan itu apakah ASN yang dimutasi tersebut sudah sesuai dengan Analisa Jabatan (Anjab) agar bisa bersesuaian dengan Tupoksinya, karena indikator kompetensi yang paling dasar adalah masa kerja ASN pada Tupoksi yg ditekuninya.
“Berikut saya sebutkan beberapa contoh yang ketahuan sesuai sepengetahuan saya saja, khususnya yang tercatat di bagan struktur organisasi, artinya tidak termasuk staf-staf golongan yang lebih tinggi dan lebih senior yang dibawahi junior,” ungkap FM sembari membacakan teks.
Contoh temuan FM, pada 29 Agustus 2021 lalu; Struktur Organisasi di Diskominfo, Kepala Bidang (Kabid) Statistiknya yang golongan III-d dan strata satu (S-1) membawahi dua orang yang golongannya IV-a berstrata-2 dan IV-b berstrata-3 (Doktor). Kabid Bina Jasa Konstruksi di Dinas PUPR, golongan III-d berstrata-1 membawahi golongan IV-a berstrata-2.
Contoh temuan 4 Agustus 2022; Kabid Penelitian dan Pengembangan di Bappeda dan Litbang, pangkatnya III-d. Sementara ada dua orang Kepala Seksi (Kasi) berpangakat IV-a. Kemudian Kabid Pajak Daerah di Bapenda berpangkat III-d dengan strata-1, sementara di Kasubid Pembukuan dan Keberatan Pajak ada yang berpangkat IV-a dengan strata-2.
Ada pun Sekretaris di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) berpangkat III-d strata-1, sementara Kasubbag Keuangannya berpangkat IV-a dengan strata-2. Sama halnya Wakil Direktur RSUD dr. Jusuf SK di Tarakan berpangkat IV-a berstrata-1, sementara Kabid. Akuntansi berpangkat IV-b berstrata-2.
Kemudian pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Kabid Prasarana dan Sarana itu berpangkat III-d berstrata-1, sementara ada lima orang Ahli Muda berpangkat IV-a dan tiga di antaranya berstrata-2.
“Apa yg menjadi parameter seseorang itu berkompeten atau tidak, apa tolok ukur seseorang lebih berkompeten ketimbang yang lain? Apakah dinilai dari latar belakang pendidikannya, kualifikasinya, rekam jejaknya, kedisiplinannya, absensinya, gelarnya, kesenioritasannya, kepangkatannya, kejujurannya, kedekatannya dengan Baperjakat, atau lain-lainnya itu apa?” tanyanya.
Dijelaskan FM, bicara soal kompetensi, apakah ditentukan dari profesionalitasnya?. Karena jika bicara soal profesionalitas, maka memperhatikan sisi latar belakang pendidikan juga menjadi pertimbangan penting, karena profesionalitas itu kaitannya dengan disiplin ilmu profesi. Semisal yang berlatar Sarjana Pendidikan, jika Dia mengajar di sekolah itu profesi, tapi kalau Dia jual ikan di pasar itu pekerjaan.
“Katanya sesuai kompetensi, tapi disiplin ilmu tidak berlaku di ASN. Nah, kalau gelar atau latar pendidikan bukan ukuran kompetennya, lalu apa?, apanya yang dihargai?. Latar belakang pendidikan, bukan; Kesenioritasan, bukan; Kepangkatan, juga bukan. Lalu apa?,” tanyanya lagi dengan mimik heran.
Sebenarnya, menurut FM, gelar itu bukan menjadi bagian parameternya. “Maksud Saya hanya memperjelas dan mempertegas bahwa kalau gelar tidak bisa dihargai, setidaknya pangkat orang bisa dihargai. Lha ini, sudah kalah pangkat, kalah gelar, tapi tetap saja kalah sama junior pula,” tutupnya.® (Harianto Rivai)